Yohanes Calvin (bahasa Inggris: John Calvin; bahasa Perancis: Jean Calvin, nama lahir: Jean Cauvin) dilahirkan di kota Noyon, Prancis pada tanggal 10 Juli 1509. Dia dibesarkan dalam keluarga yang taat dan setia pada gereja Katolik Roma. Ibunya, Jeanne le Franc, adalah putri pemilik penginapan dari Cambrai. Ayahnya, Gérard Cauvin, bekerja sebagai asisten administrasi di kompleks katedral dekat rumah. Ibunya, Jeanne le Franc, adalah putri pemilik penginapan dari Cambrai. Beliau melahirkan tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan, ia meninggal dunia ketika Calvin berusia 5 tahun.
Keluarganya sangat dekat dengan kaum bangsawan dan
rohaniawan gereja. Ayahnya menginginkan Calvin untuk menjadi uskup. Dengan
pengaruh kaum bangsawan yang intelektual, Calvin mendapatkan pendidikan yang
baik. Pada usia 14 tahun dia sudah memasuki persiapan untuk masuk ke
universitas di Collège de la Marche, Paris. Di sana dia mempelajari berbagai
macam bidang ilmu studi termasuk bahasa Latin yang dipakai untuk mendalami
dunia pendidikan tinggi di Eropa pada zaman itu.
Karena suatu kesalahpahaman antara ayahnya dengan uskup di
Noyon, ayahnya menyarankan Calvin untuk mengambil studi di bidang hukum. Pada
tahun 1528-1529 Calvin melanjutkan studi ilmu hukum di Orleans dan pada tahun
1529-1531 di Bourges. Pada saat Calvin berusia 21 tahun, Ayahnya meninggal
dunia dan hal ini membuat Calvin merasa terbebas dari studi hukum. Calvin
sendiri memiliki rencana atas hidupnya, yaitu terus mengejar karir akademik
yang nyaman.
Tahun 1532, tepat pada usia yang ke 23 tahun, Calvin
menyelesaikan studi hukumnya dan mengeluarkan buku pertamanya yang berjudul Commentary on De Clementia, yaitu sebuah
buku komentari yang memberi penjelasan mengenai karya seorang filsuf Eropa yang
terkenal, Seneca. Didalam buku tersebut, Calvin mengungkapkan gagasan
radikalnya: “Pangeran tidak berada di atas hukum, tetapi hukum berada di atas
pangeran”.
Di dalam kehidupan keagamaannya, Calvin adalah seorang yang
sangat ketat menjalankan ibadah dan praktik tradisional Katolik Roma. Dalam
suratnya kepada Kardinal Sadolet diketahui bahwa Calvin menjalankan semua
tindakan keagamaan, namun tetap tidak merasakan damai, sebaliknya ketakutan
yang ekstrem meliputinya tanpa sesuatu yang dapat memulihkannya. Pada tahun
1533, Calvin bersinggungan dengan reformasi dan mengalami “pertobatan yang
tiba-tiba”. Ia mengatakan, “God, by a sudden conversion subdued and brought my
mind to a teachable frame…. Having thus received some taste and knowledge of
true godliness, I was immediately inflamed with intense desire to make
progress.”
Tahun 1533 dia menulis buku komentari Mazmur. Ia juga banyak
menulis tafsiran tentang kitab-kitab di dalam Alkitab. Untuk Perjanjian Lama,
ia menerbitkan tafsiran tentang semua kitab kecuali kitab-kitab sejarah setelah
Kitab Yosua. Untuk Perjanjian Baru, ia melewatkan Surat 2 Yohanes dan Surat 3
Yohanes serta Kitab Wahyu kepada Yohanes. Sebagian orang mengatakan bahwa
Calvin mempertanyakan kanonisitas Kitab Wahyu, tetapi ia mengutipnya dalam
tulisan-tulisannya yang lain dan mengakui otoritasnya, sehingga teori itu
diragukan. Tafsiran-tafsiran ini pun ternyata tetap berharga bagi para peneliti
Alkitab, dan setelah lebih dari 400 tahun masih terus diterbitkan.
Pada bulan November 1533, Nicholas Cop mengajak gereja
Katolik untuk melakukan pembaruan (reformation) pada pidato pelantikannya
sebagai rektor University of Paris. Hal ini menimbulkan kegeraman pihak gereja
dan Raja Francis I yang menyebut reformasi sebagai “Lutheran-like sect”. Cop
kemudian melarikan diri ke Basel, Swiss dan menimbulkan kerusuhan di Perancis.
Calvin juga terkena imbasnya karena kedekatan hubungannya dengan Cop
sampai-sampai ada anggapan bahwa pidato Cop sebenarnya ditulis oleh Calvin. Hal
ini mengakibatkan Calvin juga melarikan diri ke Basel. Walaupun berada di
tempat pelariannya, Calvin tetap memantau keadaan orang-orang Protestan di
Paris yang dianiaya, bahkan sampai dibakar hidup-hidup. Pada bulan Maret 1536,
Calvin menerbitkan edisi pertama dari Institutes of the Christian Religion.
Buku ini dimaksudkan sebagai buku tingkat dasar bagi mereka yang ingin mengenal
iman Kristen. Institutes direvisi sebanyak 5 kali, terakhir pada tahun 1559
dengan banyak perluasan sehingga buku ini menjadi seperti sebuah karya baru.
Melalui buku Institutio ini, pengajaran Reformasi (atau yang kita kenal sebagai
teologia Reformed) menyebar dan berkembang menghasilkan banyak tulisan-tulisan
Reformed hingga kini. Dua orang pengikut Calvin bernama Zacharias Ursinus dan
Caspar Olevianus menyusun Katekismus Heidelberg yang terkenal dan dipakai
banyak gereja-gereja Reformed masa kini.
Pada tahun 1536, Perancis memberikan amnesti sementara bagi
mereka yang telah melarikan diri. Calvin kembali untuk membenahi
barang-barangnya untuk kemudian bersama saudaranya-saudaranya, Anthony and
Marie, pergi ke Strasburg untuk tidak kembali lagi. Namun perang antara Raja
Charles V dan Raja Francis I telah menutup jalan menuju Strasburg sehingga
Calvin terpaksa mengambil jalan memutar melalui Jenewa. Pada malam ketika ia
menginap di Jenewa, William Farel, pemimpin Reformasi yang sangat berapi-api
segera menemuinya dan memintanya untuk membantu dia melayani gereja di Jenewa.
Hal ini ditolak secara halus oleh Calvin dengan alasan dia ingin mendedikasikan
hidupnya untuk studi namun Farel sebaliknya mengancamnya bahwa Tuhan akan
mengutuk studinya jika ia tidak mau membantu Farel di saat yang genting ini.
Dilanda ketakutan yang sangat, Calvin segera menyetujuinya. Kota Jenewa dan
dunia berubah sejak itu.
Kota Jenewa yang telah dikuasai Katolik Roma selama
berabad-abad telah menjadi sedemikian rusak dan membutuhkan upaya yang sangat
berat untuk membawanya kembali kepada kebenaran firman Tuhan. Calvin mulai
dengan khotbah eksposisi surat-surat Paulus dan Perjanjian Baru, dan setahun
kemudian dia diangkat menjadi pendeta. Bersama Farel, Calvin menetapkan
pengakuan iman dan aturan disiplin yang disetujui oleh dewan kota. Namun Farel
dan Calvin tidak selalu memenuhi keinginan dewan kota sehingga mereka berdua
diusir dari Jenewa. Farel diundang untuk melayani di Neuchatel.
Martin Bucer dan Wolfgang Capito mengetahui bahwa Calvin
tidak lagi melayani di Jenewa, mereka segera menemuinya dan memintanya untuk
melayani kaum Huegenot (para pengungsi Perancis) di Strasburg. Calvin
menolaknya karena ia ingin melanjutkan studinya, namun Bucer menakutinya dengan
kasus Yunus yang melarikan diri ke kota Niniwe sehingga pada akhirnya Calvin
setuju untuk pergi ke Strasburg. Tiga tahun di sana adalah masa yang paling
bahagia bagi Calvin karena di sana ia dapat melanjutkan studinya dan menulis
dengan tenang dan aman. Ia juga banyak bersinggungan dengan para theolog
Lutheran yang menajamkan pandangan-pandangan theologinya.
Kemudian disana, Calvin menikah dengan Idelette Stordeur,
janda Anabaptis yang telah dipertobatkannya. Suami Idelette, Jean, meninggal
karena wabah, meninggalkan seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan.
Kepada Farel, Calvin mengatakan karakter istri yang diingininya adalah yang
sederhana, taat, tidak sombong, tidak boros, sabar, dan bisa merawat
kesehatannya.
Pada tahun 1541, dewan kota Jenewa meminta Calvin dan Farel
untuk kembali membangun Jenewa. Calvin tidak mau kembali karena ia tahu
hidupnya di sana akan penuh dengan kontroversi dan bahaya. Namun akhirnya ia
kembali ke Jenewa karena dia tahu bahwa bukan dia yang menjadi tuan atas
hidupnya, dia sudah menyerahkan hatinya sebagai persembahan kepada Tuhan. Ini
menjadi motto Calvin dengan ikon tangan yang memegang hati yang siap dan sedia
untuk dipersembahkan kepada Tuhan.
Pada hari Minggu pertama, ia naik mimbar dan melanjutkan
eksposisi ayat berikutnya dari ayat yang dahulu ditinggalkannya. Dia memberikan
tiga alasan komitmennya pada eksposisi. Pertama, eksposisi adalah cara terbaik
untuk menghindarkan diri dari menelantarkan firman Allah. Kedua, ketika naik
mimbar, ia akan dipaksa untuk berhadapan dengan apa yang Tuhan mau katakan,
bukan apa yang hendak ia katakan. Ketiga, firman Allah adalah firman Allah,
semuanya diinspirasikan dan berguna di dalam terang kemuliaan Tuhan. Metode
khotbah yang digunakan Calvin selama melayani 25 tahun di St. Pierre Cathedral
di Jenewa adalah eksposisi kitab demi kitab. Pengecualian hanya terjadi pada
beberapa hari penting dan khusus, bahkan ia nyaris melupakan Natal dan Paskah
dalam teks khotbahnya. Dia berkhotbah dua kali pada hari Minggu dan setiap hari
dalam minggu yang berselang-seling. Pada hari Minggu ia selalu mengkhotbahkan
Perjanjian Baru, kecuali beberapa Mazmur pada sore harinya. Pada hari biasa ia
selalu mengkhotbahkan Perjanjian Lama. Khotbah-khotbahnya berlangsung lebih
dari satu jam dan dia tidak pernah menggunakan catatan. Gaya khotbahnya klasik,
dia bernalar secara sistematikal, sedikit humor, dan meyakinkan orang lain
dengan otoritas seorang guru. Khotbah-khotbahnya tidaklah membosankan bahkan
sebaliknya menarik banyak pendengar yang tersebar luas dan konsisten. Lebih
dari 1.000 orang mendengarkan ceramah Calvin setiap hari, suatu prestasi yang
tinggi pada zamannya. Calvin menyiapkan 20 khotbah per bulan. Selain
berkhotbah, Calvin juga membesuk yang sakit, memberikan konseling ataupun
peringatan. Dia juga mengajar, menguatkan, mengonseling, dan menghibur jemaat
di Perancis melalui surat-suratnya ketika mereka dianiaya. Dia juga tetap
melakukan studinya dan menerbitkan banyak karya yang menakjubkan. Selain
Institutes, Calvin menulis banyak traktat, tafsiran atas semua kitab Perjanjian
Baru kecuali Wahyu, tafsiran atas Kitab Taurat, Mazmur, Yesaya, dan Yosua.
Tujuan Calvin adalah membuat Jenewa menjadi kotanya Allah,
kota yang diatur dan tunduk pada hukum-hukum Allah. Calvin memberikan perhatian
yang cermat mengenai masalah administratif dan fungsi kota praja serta
memberikan beberapa saran bagi reformasi hukum. Philip Schaff mencatat bahwa
Calvin dihadiahi satu tong anggur tua sebagai pembayaran untuk usahanya
merevisi undang-undang kota itu. Calvin mendirikan Akademi di Jenewa yang
menjadi pusat pelatihan para misionari untuk mengabarkan Injil Reformasi di
tempat asalnya masing-masing. Jenewa berubah menjadi apa yang disebut John Knox
sebagai “sekolah Kristus paling sempurna yang pernah ada semenjak zaman para
rasul”. Calvin sadar bahwa cara terbaik untuk mereformasi budaya adalah dengan
cara tidak langsung yaitu mereformasi gereja.
Rumah dan furniturnya adalah milik dewan kota. Rumahnya
cukup besar untuk keluarganya, keluarga Anthony, dan beberapa pembantu. Pada
tahun 1542, Jacques, anaknya yang pertama lahir, namun meninggal dua minggu
kemudian. Calvin mengatakan bahwa Tuhan telah menimbulkan kepedihan dalam
kematian anaknya tapi Ia sendiri adalah Bapa dan tahu apa yang terbaik untuk
anak-anak-Nya. Idelette kemudian melahirkan dua anak lagi namun keduanya meninggal
tidak lama setelah dilahirkan. Pada tanggal 29 Maret 1549, Idelette meninggal
diduga karena tuberkolosis. Calvin sangat sedih, dalam suratnya kepada Viret ia
mengatakan bahwa ia sangat kehilangan pendamping terbaiknya, seorang yang rela
berbagi kemiskinannya bahkan kematiannya. Idelette senantiasa membantu dia
dalam pelayanannya dan tidak pernah mengganggunya walaupun sedang sakit. Tiga
hari sebelum ia meninggal, Calvin mengatakan kepada Idelette bahwa ia tidak
akan menelantarkan kewajibannya terhadap anak-anaknya. Calvin tidak pernah
menikah lagi.
Calvin bekerja keras bahkan ‘melampaui’ kekuatan dan
kesehatannya. Selama bertahun-tahun ia hidup dengan makan hanya sekali sehari,
yaitu telur dan minum segelas anggur pada tengah hari. Alasannya adalah karena
kelemahan pencernaannya dan sakit kepalanya hanya dapat diatasi dengan
senantiasa pantang makan. Namun di lain pihak, ia bekerja siang dan malam, dan
jarang beristirahat. Rekreasi yang dilakukannya hanyalah berjalan-jalan setelah
makan. Namun demikian dalam suratnya kepada Falais ia mengatakan bahwa selain
berkhotbah dan mengajar, ada satu bulan tertentu di mana ia sama sekali tidak
melakukan apa-apa, dan ia sangat malu akan hal itu karena “hanya” sebanyak 20
khotbah dan 12 ceramah dihasilkan pada bulan itu! Dia menderita sakit kepala,
pendarahan paru-paru, asam urat, dan batu ginjal. Kadang-kadang ia harus
digotong ke mimbar. Dia tidur hanya dua jam tiap harinya dan istrinya pun putus
asa meminta sedikit waktu untuk bertemu dengannya. Kepada teman-temannya yang
khawatir akan kadar kerjanya sehari-hari, ia mengatakan, “Apa? Apakah kalian
ingin aku menganggur apabila Tuhan menemukan aku saat Ia datang kembali kedua
kalinya?”
Uang tidak berarti apa-apa bagi dia. Sering kali ia menolak
uang yang diberikan oleh dewan kota kepadanya. Ia hidup berhemat tanpa
kemewahan. Bahkan ia rela menjual buku-buku kesayangannya pada saat ia
membutuhkan uang. Di dalam wasiatnya, ia menunjuk Anthony, saudaranya (yang
menceraikan istrinya yang sebelumnya karena perzinahan dan hal ini dengan licik
pernah digunakan untuk memfitnah Calvin) sebagai ahli warisnya. Dia juga
mewariskan jumlah yang sama kepada Sekolah Anak Laki-laki, pengungsi-pengungsi
yang miskin, dan anak-anak perempuan tirinya. Ia meninggalkan bagian dari tanahnya
yang amat kecil kepada kemenakan-kemenakannya dan anak-anak mereka. Theodore
Beza menegaskan perkataan Calvin, “Jika beberapa orang tidak dapat diyakinkan
ketika saya hidup, kematian saya, bagaimanapun juga akan menunjukkan bahwa saya
bukanlah orang yang menghasilkan uang.”
Theodore Beza, murid Calvin dan akhirnya menjadi penulis
biografi Calvin, mengatakan bahwa Calvin adalah seorang yang rendah hati,
tenang, kurus, memiliki ingatan yang menakjubkan, sangat penuh perhatian, dan
memberikan penilaian serta nasihat yang jelas. Ia memandang rendah kefasihan
lidah dan ia berhemat dalam penggunaan kata-kata. Tidak ada seorang pun yang
lebih menyenangkan daripada dia. Abel Lefranc mengatakan bahwa persahabatan
yang Calvin inspirasikan dengan guru-gurunya dan rekan-rekannya membuktikan
bahwa ia tahu bagaimana menggabungkan komitmennya yang sungguh-sungguh dan
mendalam terhadap pekerjaan dengan keramahtamahan dan keluwesan yang mampu
mengambil hati setiap orang terhadapnya. Dia juga bijaksana untuk menarik teman-teman
yang brilian dan menyatukan gerakan itu dalam masa pertumbuhan yang sulit.
Persahabatan Calvin dengan Farel dan Peter Viret sangat dekat dan terkenal
sehingga mereka disebut “tripod” atau “tiga bapak”. Suatu ketika Beza jatuh
sakit. Calvin takut kehilangan, ia menangis, namun Beza sembuh. Calvin juga
membina hubungan dengan murid-murid Luther setelah Luther mencelanya. Calvin
bukanlah seorang yang ingin menonjolkan otoritas, sebaliknya ia mendorong
orang-orang di sekitarnya dan mendelegasikan beberapa tanggung jawab kepada
rekan-rekannya.
Calvin memiliki banyak teman, namun ia juga memiliki banyak
musuh. Bahkan musuh-musuhnya secara terang-terangan menunjukkannya dengan
memanggil anjing mereka dengan nama Calvin. Di tempat tidurnya menjelang
kematiannya, Calvin mengatakan bahwa di Jenewa ia disambut dengan ejekan pada
suatu malam di depan pintu dengan 50 atau 60 tembakan senapan. Kasus yang
sering diangkat untuk melawan Calvin adalah dalam hal Michael Servetus yang
menentang Trinitas secara terang-terangan. Dewan kota menyatakan dia sebagai
bidat dan dia dihukum mati dengan cara dibakar hidup-hidup. Calvin memohon agar
hukumannya diganti dengan penggal kepala namun ditolak. Musuh-musuh Calvin
menyebutnya “God-intoxicated man – drunk with God”, suatu julukan yang sangat
indah yang dapat dikatakan tentang seseorang.
Calvin melihat dirinya sebagai seorang yang belum terpoles,
pemalu, suka menarik diri, dan suka menyendiri. Namun ia menyadari tangan Allah
yang mendorongnya menjadi seorang pemimpin publik.
Calvin tinggal di Jenewa sampai akhirnya meninggal pada
tanggal 27 Mei 1564 di usia 55 tahun. Awalnya, jenazahnya diletakkan di kota
Jenewa, tetapi karena begitu banyak orang yang datang, para reformator takut
kalau-kalau mereka mengkultuskan Calvin. Keesokan harinya ia dikuburkan di
Cimetiere de Plainpalais dengan batu nisan yang ditandai dengan inisial “J.C”
sesuai dengan keinginannya untuk dikuburkan di tempat yang tidak dikenal, tanpa
saksi ataupun upacara.
Gambar John Calvin